Showing posts with label Pendidikan Kewarganegaraan. Show all posts
Showing posts with label Pendidikan Kewarganegaraan. Show all posts

Oct 23, 2017

Pengertian dan tujuan negara

Pengertian dan tujuan negara Indonesia

Pengertian Negara

Pada zaman yunani kuno para ahli filsafat negara merumuskan pengertian negara secara beragam. Kemudian tepatnya sekitar tahun 384 sampai 522 SM (Sebelum Masehi), Aristoteles merumuskan negara dalam bulu politica yang disebut negara polis, yang pada saat itu negara masih dipahami dalam suatu wilayah terkecil.

Dalam pengertian negara ada yang disebut sebagai negara hukum yang dimana didalamnya terdapat suatu warga negara yang ikut serta dalam permusyawaratan (ecclesia), dan oleh karena itu Aristoteles mengartikan keadilan merupakan syarat utama dan mutlak bagi terselenggaranya negara yang baik serta demi terwujudnya cita-cita seluruh warga negaranya (masyarakat).

Tujuan Negara

Sebelum suatu negara benar-benar tegak seutuhnya, para generasi terdahulu telah menentukan akan dibawa kemana arah perjuangan negara Indonesia. Salah satunya, Mereka membuat, merancang, serta menyusun Undang-Undang Dasar, lambang negara dan segala macam atribut negara yang lainnya dengan jangka waktu dan proses yang panjang. Dan berikut adalah beberapa tujuan dari negara Indonesia sesuai dengan yang terkandung di dalam pembukaan Undang-undang dasar.

  1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
  2. Memajukan kesejahteraan umum
  3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
  4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia

Sep 12, 2017

Definisi Manusia sebagai makhluk Individu dan Sosial

Manusia Sebagai Makhluk Individu dan makhluk Sosial

1. Manusia Sebagai Makhluk Individu

Individu merupakan kesatuan aspek jasmani dan rohani. Dengan kemampuan rohaninya individu dapat berhubungan dan berfikir, serta dengan pikirannya itu mengendalikan dan memimpin kesanggupan akal dan kesanggupan budi untuk mengatasi segala masalah dan kenyataan yang dialami pada setiap individu.

Sebagai makhluk individu Manusia memiliki unsur jasmani, unsur rohani, unsur fisik, unsur psikis, unsur raga dan juga unsur jiwa. Seseorang dapat dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut bisa menyatu dalam dirinya. Jika unsur-unsur tersebut sudah tidak menyatu, maka seseorang tidak disebut sebagai manusia individu. Jadi pengertian manusia sebagai makhluk individu mengandung arti bahwa unsur yang ada di dalam diri individu merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jadi, sebutan individu hanya tepat bagi manusia yang memiliki keutuhan jasmani dan rohaninya, keutuhan fisik dan psikisnya, dan juga keutuhan jiwa serta raganya.

Setiap manusia memiliki keunikan atau ciri khas tersendiri, Sekalipun orang tersebut terlahir kembar, keduanya tidak ada yang memiliki ciri fisik dan psikis yang persis sama. Walaupun secara umum manusia itu memiliki fisik yang sama, tetapi kalau perhatian kita tujukan pada hal yang lebih detail, maka akan terdapat perbedaan-perbedaan. Perbedaan ini terletak pada bentuk, ukuran, sifat dan lain-lainnya. Kita dapat membedakan seseorang dari lainnya berdasarkan perbedaan-perbedaan yang ada, baik pada perbedaan fisik maupin psikis.

Ciri-ciri Individu

Seorang individu adalah perpaduan antara faktor genotip dan fenotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir dan merupakan faktor keturunan. Secara fisik seseorang memiliki kemiripan atau kesamaan ciri dari orang tuanya, kemiripan atau kesamaan itu mungkin saja terjadi pada keseluruhan penampilan fisiknya, bisa juga pada bagian-bagian tubuh tertentunya saja.

Kalau seorang individu memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter yang dipengaruhi oleh fenotip. Faktor fenotip berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang contohnya pada orang yang tinggal di daerah pantai memiliki sifat dan kebiasaan yang berbeda dengan orang yang tinggal di daerah pegunungan.
Karakteristik yang khas dari seseorang ini sering kita sebut dengan kepribadian, setiap orang memiliki kepribadian yang membedakan dirinya dengan orang lain. Yang dimana Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh faktor bawaan (genotip) dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus menerus.

Mayor polak menjelaskan bahwa kepribadian adalah “keseluruhan sikap, kelaziman, pikiran dan tindakan baik biologis maupun psikologis yang dimiliki oleh seseorang yang selalu berhubungan dengan peranan dan kedudukannya dalam berbagai kelompok serta mempengaruhi kesadaran akan dirinya”. Meskipun dalam pengertian tersebut Mayor Polak tidak memasukan faktor lingkungan sebagai bagian dari kepribadian, namun dalam pembahasannya dia mengatakan bahwa pembentukan kepribadian diantaranya dipengaruhi oleh masukan lingkungan sosial (kelompok), dan lingkungan budaya (pendidikan).

2. Manusia Sebagai Makhluk Sosial.


Selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial, yang dimana manusia sebagai makhluk sosial tersebut memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia yang lain, yang selanjutnya interaksi tersebut akan membentuk sebuah kelompok. Dan Kemampuan serta kebiasaan manusia berkelompok tersebut sering disebut juga dengan kata zoon politicon. Istilah manusia yang disebut sebagau zoon politicon pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles.

Manusia sebagai insan politik atau dalam istilah yang lebih populer manusia sebagi zoon politicon, mengandung makna bahwa manusia memiliki kemampuan untuk hidup berkelompok dengan manusia yang lain dalam suatu organisasi yang teratur, sistematis dan memiliki tujuan yang jelas. Sebagai insan politik, manusia juga memiliki nilai-nilai yang bisa dikembangkan untuk mempertahankan komunitasnya. Dan nilai-nilai tersebut adalah Nilai kesatuan, Nilai Solidaritas, Nilai Kebersamaan dan Nilai Organisasi. Yang dimana dari ke-empat nilai tersebut bisa di jelaskan sebagai berikut :
  1. Nilai kesatuan - Nilai kesatuan mengandung makna bahwa komunitas politik merupakan kumpulan orang-orang yang memiliki tekad untuk bersatu dan komunitas politik hanya terwujud apabila ada persatuan.
  2. Nilai solidaritas - Nilai Solidaritas mengandung makna bahwa hubungan antar manusia dalam komunitas politik bersifat saling mendukung dan selalu membuka kesempatan untuk bekerja sama dengan manusia yang lain.
  3. Nilai kebersamaan - Nilai Kebersamaan mengandung arti komunitas politik merupakan wadah bagi mereka untuk mewujudkan tujaun hidup yang diidam-idamkan.
  4. Nilai organisasi - Nilai Organisasi mengandung makna bahwa komunitas politik yang dibangun manusia, mengatur dirinya dalam bentuk pengorganisasi yang memungkinkan tiap-tiap menu dapat mengambil perannya. Aktualisasi manusia sebagai makluk sosial, tercermin dalam kehidupan berkelompok.
Manusia selalu berkelompok dalam hidupnya. Berkelompok dalam kehidupan manusia adalah suatu kebutuhan bahkan bertujuan dan Tujuan manusia berkelompok adalah untuk meningkatkan kebahagiaan serta kesejahteraan hidupnya. Melalui kelompok manusia bisa memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya, bahkan bisa dikatakan sebagai kebahagiaan dan keberdayaan hidup manusia hanya bisa dipenuhi dengan cara berkelompok. Sebaliknya, Tanpa berkelompok tujuan hidup manusia yaitu mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan tidak akan bisa tercapai.
Manusia merupakan makluk individu dan sekaligus sebagai makluk sosial. Sebagai makluk sosial manusia selalu hidup berkelompok dengan manusia yang lain. Perilaku berkelompok (kolektif) pada diri manusia juga dimiliki oleh makluk hidup yang lain seperti semut, lebah, burung bangau, rusa, dan sebagainya. tetapi tentunya terdapat perbedaan yang esensial antara perilaku kolektif pada diri manusia dan perilaku kolektif pada binatang.

Kehidupan berkelompok (perilaku kolektif) binatang bersifat naluri yang artinya sudah pembawaan dari lahir,  dengan demikian sifatnya statis (tidak berubah) yang terbentuk sebagai bawaan dari lahir. Contohnya yaitu pada bentuk rumah lebah, karena rumah sejak dahulu hingga sekarang tidak ada perubahan, demikian pula dengan rumah semut dan hewan lainnya. Sebaliknya perilaku kolektif pada manusia bersifat dinamis (berubah), berkembang, dan terjadi melalui proses belajar (learning process).  

Berkelompok dalam kehidupan manusia juga merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Beberapa kebutuhan hidup manusia yang dapat dipenuhi melalui kehidupan berkelompok antara lain komunikasi, keamanan, ketertiban, keadilan, kerjasama, dan untuk mendapatkan kesejahteraan. Kehidupan berkelompok manusia tercermin dalam berbagai bentuk yang dimulai dari kelompok terorganisir hingga kelompok yang tidak terorganisir.

Kehendak untuk hidup berkelompok pada diri manusia merupakan suatu perilaku yang lahir secara spontan, relatif tidak terorganisasi, dan hampir tidak diduga sebelumnya, proses kelanjutannya tidak terencana, dan hanya tergantung kepada stimulasi timbal balik yang muncul dikalangan para pelakunya. Pernyataan tersebut, sering ditemukan karena adanya pengelompokkan manusia yang semula teratur dan tertib, tiba-tiba berubah tanpa rencana, tanpa sebab, dan tanpa arah menjadi kerumunan yang menimbulkan kekacauan sosial dan pengrusakan. Contohnya Seperti kasus demonstrasi, suporter sepakbola, dan tawuran yang sering terjadi di kalangan pelajar atau masyarakat baik di Indonesia maupun di negara-negara lain.

Perilaku berkelompok (perilaku kolektif) pada manusia terjadi karena melalui proses belajar yang menyebabkan munculnya beragam jenis, dan jenis-jenis tersebut diantaranya perilaku kerumunan (crowd), perilaku massa, gerakan sosial, perilaku dalam bencana, gerombolon, kericuhan (panics), desas-desus, keranjinan, gaya (fad), model (fashions), propaganda, pendapat umum, dan revolusi (Horton, 1993).

1. Karakteristik Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Telah berabad-abad konsep manusia sebagai makhluk sosial itu ada yang menitik beratkan pada pengaruh masyarakat yang berkuasa kepada individu yang memiliki unsur-unsur keharusan biologis, yang terdiri dari:
  • Dorongan untuk makan
  • Dorongan untuk mempertahankan diri
  • Dorongan untuk melangsungkan jenis
Dari tahapan diatas menggambarkan bagaimana cara individu dalam perkembangannya sebagai seorang makhluk sosial. dimana antara individu merupakan satu komponen yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan. Sehingga komunikasi antar masyarakat ditentukan oleh peranan manusia sebagai makhluk sosial.

Dalam perkembangannya manusia juga mempunyai kecenderungan sosial untuk meniru, dalam arti membentuk diri dengan melihat kehidupan masyarakat yang terdiri dari :
  1. Penerimaan bentuk-bentuk kebudayaan, dimana manusia menerima bentuk-bentuk pembaharuan yang berasal dari luar sehingga dalam diri manusia terbentuk sebuah pengetahuan.
  2. Penghematan tenaga, yang dimana ini adalah merupakan tindakan meniru untuk tidak terlalu menggunakan banyak tenaga dari manusia sehingga kinerja manusia dalam masyarakat bisa berjalan secara efektif dan efisien.
Pada umumnya hasrat meniru itu kita lihat paling jelas di dalam ikatan kelompok tetapi juga sering terjadi didalam kehidupan masyarakat secara luas. Dari gambaran diatas, jelas bagaimana manusia itu sendiri membutuhkan sebuah interaksi atau komunikasi untuk membentuk dirinya sendiri malalui proses meniru. Sehingga secara jelas bahwa manusia itu mempunya konsep sebagai makhluk sosial.

Yang menjadi ciri manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial adalah adanya suatu bentuk interaksi sosial antara manusia satu dengan manusia yang lainnya. Yang secara garis besar faktor-faktor personal tersebut mempengaruhi interaksi manusia yang terdiri dari tiga hal seperti Tekanan Emosional, Harga Diri yang rendah dan Isolasi Sosial.
  • Tekanan emosional. Ini sangat mempengaruhi bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain.
  • Harga diri yang rendah. Ketika kondisi seseorang berada dalam kondisi manusia yang direndahkan maka akan memiliki hasrat yang tinggi untuk berhubungan dengan orang lain karena kondisi tersebut dimana orang yang direndahkan membutuhkan kasih sayang orang lain atau dukungan moral untuk membentuk kondisi seperti semula.
  • Isolasi sosial. Orang yang terisolasi harus melakukan interaksi dengan orang yang sepaham atau sepemikiran agar terbentuk sebuah interaksi yang harmonis.
Manisfestasi manusia sebagai makhluk sosial, nampak pada kenyataan bahwa tidak pernah ada manusia yang mampu menjalani kehidupan ini tanpa bantuan orang lain.

2. Kedudukan Manusia sebagai Makhluk Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia sebagai warga masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri. Meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia pasti selalu membutuhkan manusia lain. Setiap manusia memiliki kecenderung untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Dapat dikatakan bahwa sejak lahir, manusia sudah disebut sebagai makhluk sosial.

Hakekat manusia sebagai makhluk sosial dan politik akan membentuk hukum, mendirikan kaidah perilaku, serta bekerjasama dalam kelompok yang lebih besar. Dalam perkembangan ini, spesialisasi dan integrasi atau organisasi manusia harus saling membantu. Sebab kemajuan manusia nampaknya akan bersandar kepada kemampuan manusia untuk kerjasama dalam kelompok yang lebih besar. Kerjasama sosial merupakan syarat untuk kehidupan yang baik dalam masyarakat yang saling membutuhkan.

Kesadaran manusia sebagai makhluk sosial, justru memberikan rasa tanggung jawab untuk mengayomi individu yang jauh lebih ”lemah” dari pada wujud sosial yang ”besar” dan ”kuat”. Kehidupan sosial, kebersamaan, baik itu non formal (masyarakat) maupun dalam bentuk-bentuk formal (institusi, negara) dengan wibawanya wajib mengayomi individu.

3. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Di dalam kehidupannya, manusia tidak hidup dalam kesendirian. Manusia memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Hal tersebut merupakan salah satu kodrat manusia yang selalu ingin berhubungan dengan manusia lain, yang dimana hal ini menunjukkan kondisi yang interdependensi.

Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, manusia selalu hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, dan warga negara. Hidup dalam hubungan antaraksi dan interdependensi itu mengandung konsekuensi-konsekuensi sosial baik itu positif maupun negatif. Keadaan positif dan negatif ini adalah perwujudan dari nilai-nilai sekaligus watak manusia bahkan pertentangan yang diakibatkan oleh interaksi antara individu. Tiap-tiap pribadi harus rela mengorbankan hak-hak pribadi demi kepentingan bersama Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Pada zaman modern seperti saat ini manusia memerlukan pakaian yang tidak mungkin dibuat sendiri.

Tidak hanya terbatas pada segi badaniah saja, manusia juga mempunyai perasaaan emosional yang ingin diungkapkan kepada orang lain dan mendapat tanggapan emosional dari orang lain pula. Manusia memerlukan pengertian, kasih saying, pengakuan harga diri, dan berbagai rasa emosional lainnya. Tanggapan emosional tersebut hanya dapat diperoleh apabila manusia berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain dalam suatu tatanan kehidupan yang bermasyarakat. Dalam berhubungan dan berinteraksi, manusia memiliki sifat yang khas yang dapat menjadikannya lebih baik. Kegiatan mendidik merupakan salah satu sifat yang khas yang dimiliki oleh manusia.

Imanuel Kant mengatakan, "Manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan". Jadi jika manusia tidak dididik maka ia tidak akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya. Hal ini telah terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil penelitian terhadap anak terlantar. Hal tersebut memberi penekanan bahwa pendidikan memberikan kontribusi bagi pembentukan pribadi seseorang. Dengan demikian manusia sebagai makhluk sosial berarti bahwa disamping manusia hidup bersama demi memenuhi kebutuhan jasmaniah, manusia juga hidup bersama dalam memenuhi kebutuhan rohani.
Sumber :
• http://kumalah.blogspot.co.id/2017/09/definisi-manusia-sebagai-makhluk.html?m=1
• http://kumalah.blogspot.co.id/2017/09/manusia-sebagai-makhluk-sosial.html

Aug 17, 2017

Faktor-faktor penyebab Radikalisme


(Image Source : Google)
Faktor-faktor Kemunculan Radikaisme
Sejarah kemunculan gerakan radikalisme dan kelahiran kelompok fundamentalisme dalam islam lebih di rujuk karena dua faktor, yaitu fajtor internal dan fak eksternal. Berikut adalah penjelasan dari kedua faktor tersebut.

1. Faktor internal
Faktor internal adalah adanya legitimasi teks keagamaan dalam melakukan perlawanan, hal itu yang sering kali menggunakan legitimasi teks (baik teks keagamaan maupun teks cultural) sebagai penopangnya. untuk kasus gerakan ekstrimisme islam yang merebak hampir di seluruh kawasan islam (termasuk indonesia) juga menggunakan teks-teks keislaman (Alquran, hadits dan classical sources kitab kuning) sebagai basis legitimasi teologis, karena memang teks tersebut secara tekstual ada yang mendukung terhadap sikap-sikap eksklusivisme dan ekstrimisme ini.

Faktor internal lainnya adalah dikarenakan gerakan ini mengalami frustasi yang mendalam, karena belum mampu mewujudkan cita-cita berdirinya negara islam internasional sehingga pelampiasannya dengan cara anarkis, mengebom fasilitas publik dan terorisme. Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal tersebut lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama.

Baca Juga : 
Sejarah dan pengertian radikalisme Sejarah dan Pengertian Radikalisme

2. Faktor eksternal
Faktor eksternal  terdiri dari beberapa sebab di antaranya ;
1. ekonomi politik, kekuasaan depostik pemerintah yang menyeleweng dari nilai-nilai fundamental islam. Itu artinya, rezim di negara-negara islam gagal menjalankan nilai-nilai idealistik islam. Rezim-rezim itu bukan menjadi pelayan rakyat, sebaliknya berkuasa dengan sewenang-wenang bahkan menyengsarakan rakyat. Penjajahan Barat yang serakah, menghancurkan serta sekuler justru datang belakangan, terutama setelah ide kapitalisme global dan neokapitalisme menjadi pemenang. Satu ideologi yang kemudian mencari daerah jajahan untuk dijadikan “pasar baru”. Industrialisasi dan ekonomisasi pasar baru yang dijalankan dengan cara-cara berperang inilah yang sekarang  hingga melanggengkan kehadiran fundamentalisme islam.
2. faktor budaya, faktor ini menekankan pada budaya barat yang mendominasi
kehidupan saat ini, budaya sekularisme yang dianggap sebagai musuh besar yang harus dihilangkan dari bumi.
3. faktor sosial politik, pemerintah yang kurang tegas dalam mengendalikan masalah
teroris ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu faktor masih maraknya radikalisme di kalangan umat islam.

Aug 16, 2017

Pengertian dan Sejarah Radikalisme

A. Pengertian Radikalisme

Radikalisme dalam menurut bahasa berarti paham atau aliran yang mengingikan perubahan atau pembaharuan social dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Namun, dalam artian lain, esensi radikalisme adalah konsep sikap jiwa dalam mengusung perubahan. Sementara itu Radikalisme Menurut situs Wikipedia adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan.

Namun bila dilihat dari sudut pandang keagamaan, Radikalisme dapat diartikan sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda aliran untuk mengaktualisasikan aliran keagamaan yang dianut dan dipercayainya untuk diterima secara paksa.

Namun secara umum Yang dimaksud dengan radikalisme adalah gerakan yang berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka. Sementara Islam merupakan agama kedamaian, Islam tidak pernah membenarkan praktek penggunaan kekerasan dalam menyebarkan agama, aliran keagamaan serta pehamahaman politik.

Dawinsha mengemukakan defenisi radikalisme menyamakannya dengan teroris. Tapi ia sendiri memakai radikalisme dengan membedakan antara keduanya. Menurut dirinya Radikalisme adalah kebijakan dan terorisme bagian dari kebijakan radikal tersebut. defenisi Dawinsha lebih nyata bahwa radiklisme itu mengandung sikap jiwa yang membawa kepada tindakan yang bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan kemapanan dan menggantinya dengan gagasan baru.

Dalam arti yang lebih lanjut, radikalisme adalah sebagai pemahaman negatif dan bahkan bisa menjadi berbahaya sebagai ekstrim kiri dan kanan.

B. Sejarah Radikalisme

Menurut Encyclopædia Britannica, kata “radikal” dalam konteks politik pertama kali digunakan oleh Charles James Fox sekitar tahun 1797, ia mendeklarasikan “reformasi radikal” sistem pemilihan, sehingga istilah ini digunakan untuk mengidentifikasi pergerakan yang mendukung reformasi parlemen. Radikalisme dapat mengacu kepada beberapa hal berikut:
  1. Ekstremisme, dalam politik berarti tergolong kepada kelompok-kelompok radikal kiri, Ekstrem kiri atau Ekstrem kanan.
  2. Radikalisasi, transformasi dari sikap pasif atau aktivisme kepada sikap yang lebih radikal, revolusioner, ekstrem, atau militan. Sementara istilah “Radikal” biasanya dihubungkan dengan gerakan-gerakan ekstrem kiri, “Radikalisasi” tidak membuat perbedaan seperti itu.

Dalam pengertian khusus:
Radikalisme (historis) sebuah kelompok atau gerakan politik yang kendur dengan tujuan mencapai kemerdekaan atau pembaruan electoral yang mencakup mereka yang berusaha mencapai republikanisme, penghapusan gelar, redistribusi hak milik dan kebebasan pers, dan dihubungkan dengan perkembangan liberalisme.

Partai radikal sejumlah organisasi politik yang menyebut dirinya Partai Radikal, atau menggunakan kata Radikal sebagai bagian dari namanya. Dalam kenyataan sejarah pihak yang berkuasa atau pihak yang tidak mau kekuatannya dilemahkan selalu menuduh pihak yang lemah sebagai kaum radikal. Sedangkan sikap radikal mereka terhadap orang lain tidak dinilai sebagai tindakan radikal.

Radikalisme sudah mulai ada sejak diutusnya Rasul pertama Nuh Alaihissallam , dimana kaum beliau tidak segan-segan mengejek dan menghina Nabi Nuh Alaihissallam untuk mempertahankan keyakinan yang mereka anut.

Kemudian berlanjut sesuai dengan perjalanan waktu sampai pada masa Nabi Ibrâhîm Alaiihssallam, dimana beliau mengalami penyiksaan dari kekuatan politik Namrud yang Radikal. Selanjutnya nabi Musa Alaihissallam, bagaimana pula beliau bersama bani Israil mengalami berbagai penyiksaan dan pembunuhan dari kekuatan politik yang radikal dibawah pinpinan Fir’aun. Bahkan Fir’aun dan kaumnya menuduh Nabi Musa Alaihissallam sebagai orang yang berbuat kerusakan di muka bumi.

Sebagaimana Allâh Azza wa Jalla sebutkan dalam al-Qur’ân:

وَقَالَ الْمَلَأُ مِنْ قَوْمِ فِرْعَوْنَ أَتَذَرُ مُوسَىٰ وَقَوْمَهُ لِيُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَيَذَرَكَ وَآلِهَتَكَ ۚ قَالَ سَنُقَتِّلُ أَبْنَاءَهُمْ وَنَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ وَإِنَّا فَوْقَهُمْ قَاهِرُونَ
Yang berarti “Apakah engkau ingin membiarkan Musa berbuat kerusakan di muka bumi ini? Dan ia meninggalkan kamu dan sesembahanmu.”
Fir’aun menjawab, “Kita akan bunuh anak-anaak mereka yang laki-laki dan membiarkan anak-anak perempuan mereka. Dan sesungguhnya kita orang-orang yang berkuasa di atas mereka. (Al-A’râf [7] :128)

Demikian pula radikalisme yang dilakukan oleh umat Yahudi terhadap Nabi Isa Alaihissallam. Hal yang sama, bahkan lebih dari itu yang dialami oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para Shahabat Beliau Radhiyallahu anhum di kota Mekah. Mereka ditindas, disiksa, bahkan dibunuh.

Di zaman era globalisasi betapa banyak tindakkan politik radikal yang telah membunuh ratusan juta jiwa dan membinaskan harta-benda, seperti Afganistan, Iraq, Iran, Libia, Suria dan Yaman serta pembunuhan yang terjadi di bumi Palestina yang tidak pernah dipandang oleh dunia sebagai tindakkan radikal.  Maka inti dari permasalahan Radikalisme adalah ketika menilai pelaku tindak radikal yang teroganisir sebagai gerakan anti radikalisme, pada hal sejatinya mereka yang lebih pantas untuk disebut sebagai kaum radikal.
Selanjutnya ;
• Faktor-faktor penyebab Radikalisme